"Penggugat adalah seorang ibu muda mengajukan gugatan terhadap suaminya, S. Keduanya telah menikah pada 1992 di kantor KUA dan dua tahun kemudian dikaruniai seorang anak perempuan, N," demikian kata Ketua Pengadilan Agama Pandan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Ifdal seperti dilansir website Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, Rabu (20/3/2013).
Usai kelahiran N keduanya terus cekcok, bertengkar dan berselisih paham. Sering kali S menempeleng dan memukul istrinya. Sejak pemukulan terakhir, keduanya berpisah tempat tinggal dan S tak memberi nafkah istrinya.
"Alasan yang sebenarnya ternyata S adalah seorang homoseksual yang berkelainan tersebut baru diketahui sejak N lahir," lanjut Ifdal.
Kecurigaan istrinya telah muncul pada saat memasuki perkawinan. S melakukan hubungan badan dengan acuh. S juga selalu berlaku manis kepada pembantu laki-lakinya. Istrinya pernah memergoki suaminya tengah bercumbu dengan pembantu laki-lakinya dan akhirnya si istri mengusir pembantu laki-laki.
"Tetapi suaminya tidak insaf dan malah berusaha mengejar pembantu itu," papar Ifdal.
Menyitir pendapat psikolog Goffman, Ifdal menyatakan ada beberapa penyebab kenapa terjadi kelainan seks seperti hambatan fisik, contohnya terlalu gemuk. Kedua hambatan kepribadian contohnya impoten dan homoseks dan ketiga hambatan keanggotaan kelompok misalnya bukan angota parpol terlarang.
"Jika dihubungkan dengan alasan perceraian yang telah disingung di atas, maka adanya penyimpangan perilaku seks (homoseksual) yang sulit disembuhkan mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya kewajiban suami. Akibatnya timbul percekcokan secara terus menerus. Maka gugatan perceraian dapat dikabulkan," tegas Ifdal.
EmoticonEmoticon